Orang apa hayoo?

Kalau main tebak-tebakan saya asal sukunya mana, mayoritas ‘menuduh’ saya keturunan Cina. Kedua Manado, ketiga Palembang. Semua suku yang diasosiakan dengan mata sipit dan kulit putih. Padahal saya bukan merupakan salah satu dari suku tersebut.

Dulu kalau backpaking di Indonesia, saya tidak pernah disangka orang Indonesia, bahkan oleh orang Indonesia sendiri. Mungkin karena tampilan saya yang selalu bawa ransel dengan dandanan lusuh, sendirian ke mana-mana naik angkutan umum. Beda dengan turis domestik yang bergaya dan berombongan. Seringnya sih saya disangka orang Jepang, bahkan orang Jepangnya sendiri suka ngajak ngomong ke saya dalam bahasa Jepang. Pernah juga di Bali saya lagi jalan sama ibu saya ke pasar, beach boys Bali (yang konon tergila-gila dengan cewek-cewek Jepang) bilang kepada ibu saya, “Mbak, temannya dari Jepang kenal di mana? Mau dong diajak kenalan.” Lah? Rupanya muka ibu-anak pun beda jauh! Kadang saya suka memanfaatkan situasi jika ada tukang jualan yang menyapa saya dalam bahasa Inggris. Saya langsung berlagak bukan orang Indonesia dan berbicara ala Cinta Laura untuk menawar harga, soalnya kalau ketahuan turis dari Jakarta bisa lebih dimahalin daripada ngaku turis luar. Kalau ditanya kok bisa bahasa Indonesia, saya bilang, “Saiya syujah syering ke Indonesyia. Saiya ouwrang Jhephang yang cinggal ji Ameyriyka”. Ajaib, mereka percaya.

Saya dikira orang Jepang mungkin karena badan saya dulu masih langsing. Begitu badan saya membesar, tiba-tiba saya jadi sering dituduh orang Korea. Mungkin karena cewek (terutama emak-emak) Korea bermata sipit, badan gede dengan kerangka tubuh yang kotak, plus rambut yang (di)keriting. Pernah di sebuah supermarket di Palau, petugas kasir bilang “Oh I’m so happy to see Japanese and Korean are getting together like you.” Kami pun tertawa. Yah, saya pasti disangka Korea dan Yasmin disangka Jepang. Padahal Yasmin seorang Jawa tulen dengan segala cirinya, hanya saja matanya bukan sipit tapi kelopak matanya turun bak Garfield dan ia pun berdandan ala Harajuku. Soal warna kulit, kalau di pulau kan semua juga gosong terbakar matahari.

Pilihan lain, saya juga sering dituduh orang Cina, Taiwan, Thailand, Kamboja, Vietnam, Filipina. Apalagi kalau lagi di Amerika atau Australia dimana banyak terdapat imigran asal Asia, di bis atau kereta ada aja yang ngajak ngomong ke saya dalam bahasa ‘daerah’. Lucunya, orang bule banyak yang tidak bisa membedakan orang Asia. Mereka pikir orang yang berkulit kuning, mata sipit dan rambut hitam semuanya berasal dari negara Cina. Masih ada lho hare gene orang bule yang ngisengin kalau saya lewat dengan berkomentar,”Ciaaaaatt!!”. Malah masih ada yang beneran nanya apakah saya bisa kungfu. Blah. Waktu saya di Thailand, saya sampai harus belajar sebuah kalimat dalam bahasa Thai untuk mengatakan bahwa “saya bukan orang Thai” yaitu “mai chai kun Thai” saking seringnya saya tiba-tiba diajak ngomong orang Thai.

Penuduhan paling parah adalah ketika saya tinggal di Filipina. Cape deh sehari minimal 3 kali saya menerangkan bahwa diri saya bukan Pinay (bayangkan dalam setahun saya di sana bisa menerangkan sampe lebih dari 1095 kali!). “Hindi ako Pilipina,” begitu kalimat ampuh saya, atau langsung bilang “Ako ay Indonesian” supaya nggak ditanya balik “Taga-saan ka?” (kamu dari mana?). Sialnya, saya sering disangka anak Manila yang super sombong karena ngomongnya bahasa Inggris terus sampe nggak mau lagi ngomong bahasa Tagalog. Malah kalau lagi jalan di Filipina yang mblusuk, saya jadi sering disepa'in sama orang lokal. Tapi saya pikir-pikir memang saya kelihatan seperti orang Filipina banget, pokoknya paling mirip dibanding orang di negara Asia manapun. Saya aja sampe berasa sodaraan banget ngeliat mereka dan berasa pengen manggil mbak, mas, om, tante (FYI, saya seriiiing banget masuk ke restoran dan lidah otomatis memanggil 'Mbak' ke waitress-nya). Hehe!

Yah, orang Indonesia memang mukanya beda-beda sehingga panjang kalau harus menerangkan. Apalagi kalau lagi jalan sama sahabat-sahabat saya yang berasal dari macam-macam suku. Gimana orang luar bisa menyangka kami semua dari satu negara kalau asal sukunya bisa Batak, Jawa, Sunda, Manado, atau Flores coba? Warna kulit, bentuk muka, mata, rambut, badan, semua beda-beda. Kalau ada orang iseng yang nanya asal kami dari mana, ya ngarang aja. Nina yang berkulit hitam, rambut uwel-uwelan dan bermata belo mengaku asal Zimbabwe. Jade yang berkulit gelap, rambut lurus, mata sipit mengaku asal Fiji. Dan saya pun berbohong asal Bhutan. Paling tidak tu orang akan terdiam, mikir negara itu ada di mana, baru kita bisa kabur. Untung juga kan jadi orang Indonesia?


Teka-teki: Nah, bagaimana membedakan orang Indonesia di luar negeri diantara kerumunan orang (meski semuanya orang Asia)? Boleh percaya boleh tidak, salah satunya adalah jalannya paling slow. Salah lainnya, panjang kalau diceritakan tapi I just knew it!

About karangan ku

0 comments:

Post a Comment

Powered by Blogger.