Balada Kebelet

Ini sedikit catatan (nggak penting) dari trip Hongkong-Shenzhen-Macau bersama Yasmin, Jana dan Pascal, dimana kami selalu ribet cari toilet umum. Sepertinya hawa dingin belasan derajat, senewen di tempat dengan bahasa yang tidak dimengerti, dan ‘faktor U’, membuat kami jadi sering buang air kecil.

Berada di negara dimana orang jarang bisa berbahasa Inggris membuat susah bertanya kepada orang lokal ‘di mana toilet?’. Alhasil ya harus menggunakan bahasa ala Tarzan. Kalau bahasa tubuh cowok sih gampang dimengerti, tinggal menjentikkan jari telunjuk dan ditaro di bawah perut. Nah kalo cewek bingung kan? Kami pun berusaha menerangkan dengan menggunakan berbagai macam cara. Bilang “psssss”, nggak ngerti. Jongkok, ngga ngerti. Akhirnya kami menemukan bahasa yang dimengerti umat, yaitu dengan mengeluarkan suara bak lebah “buzzzz” sambil menggetarkan badan gaya kebelet. Susah bener ya?

Kalau lagi jalan di tempat umum dan mau cari toilet yang nyaman dan tidak bayar, logikanya masuk ke dalam mall. Sialnya waktu itu hampir jam 10 malam, mendekati jam tutup toko. Nemu satu yang buka di The Landmark Hongkong, sebuah mall kelas atas dimana isinya semua merk internasional yang ga mungkin banget terbeli. Sambil ter-wah-wah dengan mall yang super mewah, kami berlari-lari kecil ke tiap pojokan di 3 lantai demi mencari toilet yang ternyata sudah tutup. Ketika hampir menyerah, kami bertemu dengan salah satu staf yang kelihatannya habis dari toilet dan ia pun menunjukkan ke suatu arah. Horeee! Tapiii... oh no, tulisannya “Staff Only” dan terkunci pula! Sial! Akhirnya kami harus merelakan duit untuk membeli minuman di sebuah restoran di luar mall, demi pipis.

Paling gampang mencari toilet dengan cari papan petunjuk toilet, yang biasanya gambar cewek (pake rok) dan cowok berdiri. Tapi kalau sudah kebelet memang otak jadi susah berpikir. Kami pernah ‘tertipu’ dengan gambar ikon cewek dan cowok tapi ada di dalam kotak yang arahnya sama-sama menuju pojokan bangunan, sudah berlari-lari ternyata itu adalah lift! Pernah juga kami kebelet di Kun Lam Temple. Namanya juga temple berusia ratusan tahun, nyari toilet kan susah. Lalu dari kejauhan kami melihat plang biru bertuliskan ‘WC’ dengan gambar yang tidak jelas bentuknya apa. Begitu dideketin, ternyata gambar anjing berikut tulisan ‘W.C.’, dan persis di bawah plangnya ada tembok kecil setinggi paha yang mengitari tumpukan pasir. Sial.


Dari Hongkong kami ke Shenzhen naik MTR (Mass Transit Railway), begitu turun di perbatasan lagi-lagi kebelet. Sialnya langsung ada antrian puanjang di loket imigrasi, dilanjut dengan antrian untuk apply visa, baru bisa keluar dari negara Hongkong. Dengan proses yang panjang ini, kami tidak menemukan satupun toilet umum. Jana yang udah kebelet abis akhirnya bertanya dengan susah payah dimana toilet ke beberapa orang yang ternyata nggak ngerti bahasa Inggris maupun bahasa Tarzan. Sampai akhirnya ia bertanya kepada seorang ibu-ibu, dan dijawab pelan-pelan seperti mengeja, “Toooiiilet??” sambil mengernyitkan dahi dan ada jeda beberapa saat. “Yess?”, balas Jana harap-harap cemas. Dan ibu itu pun berkata dengan keras, “IN CHINA!!!” Hah? Jauh amat? Gila, ini rekor toilet terjauh karena harus ke luar negeri segala! Huahaha!

Akhirnya setelah ‘menginjak’ Cina, buru-buru kami berlari ke toilet umum. Ya ampun, dasar Cina penduduknya banyak... ngantrinya sampe kayak ular naga panjangnya alias puanjang benerr. Toilet umumnya cuma terdapat 4 bilik, semuanya WC jongkok, tapi tanpa tungkai atau tombol untuk flush, tapi nggak bau. Lagi mikir-mikir cara untuk flush, nggak taunya coooorrrrrr.... oh flush otomatis! Lagi mengancingkan celana, coooorrrr.... oh rupanya air menyiram secara otomatis setiap 1/2 menit sekali. Bagus juga caranya!

Sampai di Macau, ternyata toilet umum lebih parah lagi: kotor dan bau ga karuan. Tapi masa setiap di atas jam 10 malam kita harus selalu membeli minuman di restoran terus sih, boros amat. Akhirnya kami menemukan cara ampuh meski prosesnya memakan waktu lama: cari casino yang tanpa entrance fee, masuk, naro tas di penitipan, nulis formulir, diperiksa satpam, nanya waiter, lari ke toilet, dan selesai. Panjang ya?

Flush with pride, perasaan ini ada ketika kami pergi ke Macau Tower di malam hari. Sebenarnya kami nggak kebelet-kebelet amat, tapi ritual itu harus dilaksanakan sebelum beranjak pergi ke tempat lain daripada bingung nyari-nyari. Akhirnya di Observation Deck tepat di lantai 61, atau di ketinggian 223 meter, kami melaksanakan ‘tugas’. Dengan bangganya telah pipis di salah satu toilet tertinggi di dunia! Yihaaa! Kami pun sibuk foto-foto untuk mengabadikan kenangan norak ini di dalam toilet, sampai tak terasa pintu telah digedor-gedor oleh Satpam karena Tower mau ditutup dan kami digeret ke bawah di kegelapan lampu yang sudah mati – untung lift masih nyala.

Malam terakhir kami merayakannya dengan makan ala bufet di Noite e Dia Cafe di Hotel Lisboa di Macau. Berhubung sudah capek jadi orang kere, kami berharap dengan makan di hotel berbintang makanan pasti terjamin dan dapat toilet yang nyaman. Rupanya tempat itu melebihi ekspektasi kami, bukan saja makanan yang enak dan banyak, tapi toiletnya juga wah. Begitu sampai di depan pintu toilet, saya pikir salah masuk karena pintunya pintu besi dan tidak ada gerendelnya. Baru mikir bukanya gimana, pintu itu membuka sendiri dengan membuka kedua buah pintunya. Ciyeee... otomatis! Masuk lagi ke pintu lain, pintu otomatis terbuka lagi. Lalu memasuki bilik toilet, dibukakan lagi pintunya secara otomatis. Bagaikan ada hantu yang membukakan! Begitu masuk, lampu menyala otomatis. Begitu selesai dan berdiri dari toilet, flush otomatis. Mau cuci tangan, air dari kran otomatis keluar, begitu juga dengan sabun cairnya. Semua pintu pun membukakan kembali secara otomatis ketika saya keluar. Waah hebat!


Piss!

About karangan ku

0 comments:

Post a Comment

Powered by Blogger.