Pagoda harum, candi sungai, dan candi gigi

Salah satu tujuan wisata adalah tempat peribadatan agama yang berusia ratusan tahun, dimana di Asia didominasi oleh bangunan umat Buddha. Saking banyaknya, terus terang saya tidak ingat namanya satu per satu, tapi saya masih ingat 3 tempat ini karena sangat unik dan ‘lucu’.

Chua Huong, Vietnam
Chua Huong dibahasainggriskan menjadi Perfume Pagoda. Saya pikir unik juga nih, pagodanya bisa mengeluarkan bau harum. Saya pun memutuskan untuk day trip ke sana, 2 jam naik van dari Hanoi sampailah ke Ben Duc yang terletak di pinggir sungai. Kami ber-15 orang umplek-umplekan naik kapal kecil terbuat dari tembaga pipih berwarna merah marun dan didayung oleh dua orang ibu-ibu memakai topi caping; satu di depan satu dengan posisi duduk dan satu di belakang dengan posisi berdiri. Menyusuri sungai Yen merupakan highlight dari perjalanan menuju Chua Huong karena pemandangannya yang indah dan berkesan mistis. Tak terdengar suara apapun selain bunyi dayung memecah air, perlahan-lahan melewati pegunungan berkabut bersama ratusan kapal kecil lainnya selama 1,5 jam. Rasanya bagikan tentara perang Cina ratusan tahun lalu yang menyusup diam-diam ke daerah lawan! Tapi begitu mendarat, kesan mistis berubah menjadi hiruk pikuk dan menggelikan karena terdapat sederetan warung makan yang menggantung tubuh hewan yang sudah dikuliti dan siap untuk dimakan, seperti rusa, kelinci, kucing, anjing. Hiii! Untuk mencapai pagoda, orang harus trekking lagi ke puncak gunung selama beberapa jam, tentulah saya yang pemalas memilih untuk naik cable car. Dari sana saya berjalan kaki sambil berdesak-desakan dan sikut-sikutan dengan sejuta umat sehingga saya terikut arus lautan manusia. Wah, pasti bagus banget nih mengingat perjuangannya yang susah bener. Akhirnya sampai juga di sebuah gua besar... oke, ada stalaktit dan stalagmit... altar... dan patung perunggu setinggi satu meter! Yaah... antiklimaks deh! Memang tak jauh dari situ ada beberapa pagoda, tapi biasa saja.
Jadi pagoda ini harum kah? Nggak tuh. Rupanya karena pagoda ini terletak di Huong Tich Son yang berarti mountain perfume, maka disebutlah sebagai Perfume Pagoda, padahal artinya adalah ‘pagoda di gunung parfum’! Halah!

Kbal Spean, Kamboja
Tak banyak orang yang ke Angkor Wat pergi ke Kbal Spean (disebut sebagai river of a thousand lingas), saya aja taunya dari tukang ojek. Angkor Wat memang spekatakuler tapi saya bosan juga selama 2 hari melihat kompleks candi yang maha besar dan indah itu. Hari ketiga dengan naek ojek saya dibawa ke Kulen National Park, 25 km utaranya Angkor Wat. Duh, jalan ke sananya bener-bener off road, melewati kampung-kampung tradisional, sawah-sawah, malah 5 km terakhir jalannya cuma tanah coklat dan sangat berdebu sampe saya megeh-megeh. Penderitaan belum berakhir, begitu sampai di sana, saya harus trekking ke dalam hutan. Uh, ngeri juga ada landmines (ranjau ex jaman perang dulu), sehingga saya jalan benar-benar mengikuti path yang sudah ada, tidak berani melipir ke kanan dan ke kiri – saya jadi ingat tukang jualan di parkiran yang kaki atau tangannya buntung kena ranjau. Sejam trekking yang bikin ngos-ngosan, akhirnya sampai juga di sungai Stung Kbal Spean. Apa uniknya? Di sungai dengan air yang jernih ini terdapat bebatuan yang diukir bentuk relief yang dibangun pada abad 11 di sepanjang alirannya. Reliefnya ini bukan sekedar motif biasa tapi berupa lingga dan yoni alias simbol alat kelamin manusia! Memang bagus dan sangat menarik, cuman saya jadi mikir... yang bikin iseng banget ya? Apa nggak susah tuh memahat batu di dalam sungai? Lebar sungai sih cuma 4 meter, tapi kedalaman maksimum 2 meter (pasti pemahatnya jago berenang). Rupanya Raja Suryavarman I membuatnya dengan tujuan untuk ‘menyuburkan’ aliran sungai selayaknya kesuburan manusia yang dilambangkan dengan alat kelamin, sehingga dapat terus mengaliri kompleks Angkor Wat dan ke sawah-sawah penduduk. Namun entah mengapa dan sejak kapan, setiap bulan Februari dan April air sungainya kering ring ring, jadi garing abis untuk dikunjungi. Yaah, masih kurang ‘subur’ dong!

Sri Dalada Maligawa, Sri Lanka
Nama candi ini memang keren, tapi terjemahan bahasa Inggrisnya adalah The Temple of the Sacred Tooth Relic, disingkat Temple of the Tooth, alias ‘candi gigi’. What’s so special about tooth? Pikiran inilah yang membawa saya ke kota Kandy di Sri Lanka. Kota kecil ini masih dipenuhi oleh pepohonan besar dan lebat… dan banyak monyetnya! Saya sampe nggak berani buka jendela kamar di hotel Thilanka (yang punya hotel kayaknya cadel) tempat saya menginap, karena seringnya tu monyet nongkrong di balkon. Kandy pada tahun 1592-1885 adalah ibu kota Kerajaan Sinhala yang disebut dalam cerita Mahabarata (nama raja terakhirnya tak kalah serem: Sri Vickrama Rajasingha). Candi ini terletak di dalam kompleks kerajaan, tapi bangunannya biasa saja: rumah dengan dinding warna putih dan atap merah. Jadi kenapa disebut candi gigi? Rupanya di situlah terletak salah satu giginya Sang Buddha, atau lebih tepatnya gigi taring atas kirinya. Konon gigi itu dicolong orang pada saat beliau terbaring di atas tumpukan kayu kremasinya dan dibawa ke Sri Lanka pada abad ke-4 dengan cara disembunyikan di dalam rambut Ratu Hemamali. Ada kepercayaan bahwa siapapun yang dapat memegang gigi ini maka ialah yang berkuasa atas pemerintahan, jadi raja-raja jaman dulu mempertahankannya dengan penuh perjuangan. Saya pikir saya bisa lihat gigi sakti tersebut, nggak taunya giginya ditaro di dalam kotak perhiasan di altar tinggi tertutup kain merah keemasan dan dua buah gading gajah di sisinya. Katanya setahun sekali gigi dikeluarkan dalam festival Esala Perahera, tapi sejak candi ini dibom pemberontakan Tamil maka sejak tahun 1990 gigi tetap tersimpan di dalam. Yaah...

About karangan ku

0 comments:

Post a Comment

Powered by Blogger.