Saltum di Hamam

Pergi ke Turki tanpa merasakan hamam bagaikan pergi ke Finlandia tanpa merasakan sauna. Hamam atau Turkish bath merupakan budaya mandi tradisional di Turki. Sebenarnya sih sama aja kayak mandi uap, tapi lebih basah dibandingkan sauna. Dari semua hamam yang ada di Turki, pilihan saya jatuh kepada CaÄŸaloÄŸlu Hamami di Istanbul. Pertama, karena merupakan bangunan hamam tertua di negara Turki, usianya saja sudah 300 tahun, yang merupakan pemberian dari Sultan Mehmet I. Kedua, karena masuk ke dalam daftar 1,000 places to see before you die – buku yang terkenal karangan Patricia Schultz, jadi mestinya sih recommended abis. Bahkan King Edward John VIII, Florance Nightingale, Rockefeller, Tony Curtis, Harrison Ford sampai Cameron Diaz adalah sebagian dari orang terkenal yang pernah mandi di tempat ini.

Untuk menemukan tempat yang berada di jalan Yerebatan Caddesi ini lumayan sulit karena nyempil di gang-gang daerah Eminönü. Mana dari luar tidak jelas terlihat karena hanya ada plang di tiang, padahal di dalam konon luasnya 2834 m². Rupanya di sekeliling bangunan ini sudah tertutup dengan toko-toko. Jam 3 sore, saya dan Nina masuk dan mendaftar paket ‘mandi dan pijat’. Tempat mandi wanita ada di sebelah kanan, melewati toko suvenir dan bar. Lalu masuklah kami ke ruang tamu (camekan) berlantai marmer berisi meja-kursi lengkap dengan shisha dan di tengah ruangannya ada air mancur. Di sekeliling ruangan sampai lantai dua terdapat bilik-bilik kecil tempat ganti baju. Oleh seorang ibu-ibu penerima tamu, kami diberi kunci untuk masuk ke salah satu bilik. Isinya 2 tempat tidur kecil, gantungan baju, meja kecil, cermin, pengering rambut dan kipas angin. Katanya kami disuruh buka baju. “All open?”, tanya saya ragu. “Yes,” jawab si ibu yakin. Ya sudahlah pasrah, daripada pulang nggak pake celana dalem.

Dengan dibalut peÅŸtemal (kain katun bermotif kotak-kotak macam lap makan) dan berjalan terseok-seok dengan nalin (sendal bakiak kayu), kami memasuki sogukluk atau ruang penghubung antara camekan dan ruang mandi dengan lantai dan pilar-pilar terbuat dari marmer. Ruangan itu terdapat toilet dan tumpukan handuk. Hawa sudah terasa hangat, suara terasa menggema. Begitu memasuki ruang mandi... Astaga, cuman kami doang yang telanjang! Wah, salah kostum! Ada selusin wanita bule di dalam ruang mandi, semuanya memakai baju renang. Baru kami melangkah mundur dan berbalik badan, si ibu malah mendorong kami, “It’s OK,” katanya. Lalu ia menyuruh kami duduk di sisi ruangan yang terdapat undakan tempat duduk marmer dan bak kecil (kurna) dengan dua kran air panas dan dingin. Kami diberi sabun batangan yang wangi dan disuruh mandi dengan kobokan kaleng, sembari dipelototi wanita-wanita yang ada di situ. Haduh, kami - dua orang cewek Asia gendut yang dengan cueknya bertelanjang bulat! Muka saya merah nggak karuan karena menahan tawa dan malu. Lah, meneketehe!? Alhasil kami duduk dengan melipat kaki sampai membentuk kepang supaya berasa tertutup. Byur! Byurr! Entah karena ruangan ini memang hangat sampai saya keringetan atau karena salah tingkah, saya terus membanjur tubuh dengan air.

Daripada saya bersirobok pandang dengan orang yang ngeliatin, saya memperhatikan sekeliling saja. Memang indah dan orisinil tempat ini, serasa balik ke zaman kekasisaran Romawi atau ikutan film Indiana Jones and the Temple of Doom. Suhu ruangan hangat entah berasal dari mana. Langit-langitnya berbentuk kubah besar dengan lubang-lubang kecil berbentuk bintang sehingga sinar matahari masuk tetap remang-remang untuk relaksasi. Ada 8 pilar dengan ujung berukir dan lengkungan yang menopang kubah. Bau ruangan ini bau lembab, khas bangunan tua. Cat pada dindingnya pun sudah ngeletek. Di dindingnya setiap 2 meter terdapat kurna yang berukir relief terbuat dari marmer. Air bilasan mandi langsung masuk ke saluran air tanpa membanjiri lantai yang juga terbuat dari marmer. Di tengah ruangan terdapat semacam meja marmer bundar besar yang panas (göbektasi), di atas situlah cewek-cewek dipijat oleh ibu-ibu gendut berusia 50an yang memakai baju renang one piece. Konon zaman dulu kalau ada cowok ketauan mandi bareng di tempat mandi cewek, hukumannya adalah hukuman mati. Padahal kalo dimandiin cowok ganteng, lumayan banget kan... hehehe...

Miss!”, khayalan saya berhenti, saya dipanggil oleh ibu-ibu tukang pijit. Yah, udah ngga bisa ngumpet deh. Saya pun berjalan ke depan, pede meski full monty. Ibu itu memperkenalkan diri, ia bernama Fatima. Saya disuruh tidur terlentang di atas göbektasi. Waduh, inilah klimaksnya – saya jadi tontonan umum persis di tengah panggung! Lalu ibu Fatima memijat seluruh tubuh saya dengan menggunakan sabun cair dalam botol plastik dan sebentar-sebentar saya dibanjur air dari dalam ember kaleng. Prosesi ini tidak lebih dari 30 menit. Setelah itu, saya dituntun ke pinggir ruangan dan dibilas dengan air dari kurna berkali-kali. Ia juga mengeramasi rambut saya dengan sampo wangi. Wah, jadi berasa bayi lagi! Kami juga disuruh masuk ke dalam hararet, seperti sauna tapi semuanya terbuat dari marmer. Baguslah untuk ngumpet sebentar karena isinya hanya saya dan Nina. Tapi tak berapa lama kemudian masuklah 3 orang cewek ABG asal Amrik yang memakai berbaju renang, yaah kami langsung kabur ke luar lagi deh.

Setelah ritual mandi selesai, kami mengambil handuk dan kembali ke bilik untuk berganti baju dan leyeh-leyeh sebentar karena nguantuk nggak ketulungan akibat terlalu relaks. Sebelum pergi, kami diberi kantong plastik kecil. “Souvenir,” kata si ibu. Isinya adalah sisir rambut merk CaÄŸaloÄŸlu Hamami dan sebuah celana dalam katun. Yeee, kaga dibilangin kalo kita bakal dikasih celana dalam. Tau gitu kan...?

About karangan ku

0 comments:

Post a Comment

Powered by Blogger.