Tidak ada alasan untuk tidak jalan-jalan*

*Tulisan ini dimuat di 'U Magazine' edisi Juni 2008, hal. 80, dengan judul "17 Ribu Pulau, 47 Tahun" dg beberapa bagian yg telah di-edit
------------------------------------------------------

The World is a book, and those who do not travel read only a page.
- Saint Augustine

Saya suka tidak habis berpikir bila ada orang yang tidak suka jalan-jalan. Ada teman kampus saya di Manila yang bisa-bisanya tidak pernah jalan-jalan ke mana-mana. Boro-boro ke luar kota Manila, hidupnya selama setahun dihabiskan hanya di dalam kampus, dari dalam kamar di asrama sampai ke dalam kelas. Saya sampai tanya mengapa demikian, padahal dia termasuk kategori berada dan lajang pula. Dia merasa senang-senang saja sih tapi memang nggak suka bepergian! Apa nggak merasa sumpek tuh? Wah, kalau saya sih bisa jadi gila nggak pergi ke mana-mana.

Saya sudah pergi ke hampir seluruh propinsi di Indonesia dan 36 negara di dunia. Saya seringkali dituduh seorang yang tajir, yang kerjanya jalan-jalan melulu. Padahal saya hanya seorang ‘mbak-mbak kantoran’ biasa. Semuanya karena traveling is my passion! Saya sering dibilang gila karena pengeluaran terbesar saya adalah untuk jalan-jalan. Saya bekerja setahun, menabung setahun, jalan-jalan sampai tabungan menipis, dan bekerja lagi, begitu seterusnya. Motivasi saya bekerja dengan baik dan mengejar karir adalah agar saya mendapat uang lebih banyak, ya untuk jalan-jalan. Saya pun berusaha keras menyelesaikan thesis saya lebih cepat demi mendapatkan waktu untuk menjelajahi Filipina.

Untungnya pengeluaran saya tidak begitu banyak. Saya tidak suka belanja, tidak suka beli-beli baju, tas, sepatu, kosmetik, seperti layaknya kebanyakan wanita. Saya tidak malu untuk mengakui bahwa saya masih numpang tinggal di rumah orang tua. Barang termahal yang saya punya saat ini adalah laptop saya, itupun bukan yang canggih-canggih amat karena prosesornya pun masih Celeron. Saya orang yang fungsional, membeli sesuatu berdasarkan fungsinya. Laptop bagi saya berfungsi sebagai mesin ketik dan bisa browsing saja sudah cukup. Harta saya yang paling beharga hanyalah berupa tulisan perjalanan saya, foto-foto dan cap di dalam paspor.

Ke mana saya pergi tergantung dari dana dan waktu yang tersedia. Setahun sebelumnya saya sudah hapal tanggal berapa yang ada tanggalan merahnya, terutama yang ada long week end atau hari kejepit. Pokoknya cuti 12 hari dalam setahun, saya manfaatkan sebaik-baiknya. Cuti bisa saya bagi dengan mengambilnya sedikit-sedikit, atau langsung saya ‘jebret’ sekaligus, tergantung izin bos di kantor. Makanya saya bercita-cita ingin pergi ke negara-negara di Amerika Latin atau di Afrika, sayangnya dana dan waktu belum kesampaian sampai saat ini. Hari-hari sebelum cuti biasanya saya paling sibuk karena harus menyelesaikan pekerjaan dan hand-over ke kolega saya. Sebagai wujud pertanggungjwaban saya, handphone saya terbuka 24 jam dan saya sesekali membuka email di warnet. Saya juga selalu mengecek sinyal di suatu tempat dengan provider selular saya sebelum saya pergi dan memberitahu tim saya. Dari semua negara yang pernah saya kunjungi sampai saat ini, hanya di Republik Palau yang tidak ada sinyal karena tidak bekerja sama dengan provider selular di Indonesia.

Bagi saya, tidak ada tempat yang bagus atau jelek, hanya saja berbeda. Saya selalu membuka kelima indera saya untuk merasakan sesuatu yang baru dan menikmatinya. Saya bisa nongkrong di pinggir jalan hanya untuk memperhatikan orang berpakaian, berjalan, berbicara, berjualan, atau sekedar menikmati harum roti baru dipanggang dan kopi panas. Saya selalu mencari hal yang lucu dari perbedaan itu, bahkan ketika saya mengalami kesialan – apalagi saya orangnya disoriented dan tidak bisa membaca peta. Saya tidak pernah punya ekspektasi tentang suatu tempat, dan tidak pernah ngambek kalau saya menganggap tempat tersebut tidak sesuai dengan harapan. Pergi ke negara maju selalu membuat saya kagum, sebaliknya pergi ke negara yang lebih miskin daripada Indonesia selalu membuat saya lebih menghargai negara sendiri. Sebagai mbak-mbak kantoran, mana bisa saya pergi ke tempat-tempat dalam keadaan tidak aman politiknya, karena bisa-bisa saya tidak bisa pulang dan kehilangan pekerjaan.

Menurut saya jalan-jalan itu bisa menyegarkan fisik dan mental. Mungkin karena saya orangnya bosenan, tidak bisa hidup dengan melihat, merasa dan melakukan hal yang sama terus-terusan. Jalan-jalan bagi saya bukanlah sesuatu yang besar, cukup pergi ke suatu tempat yang asing atau melakukan sesuatu hal yang baru. Saya selalu bertanya kepada diri saya, “When was the last time you did something for the first time?” mengutip tagline sebuah iklan penerbangan. Bila saya sudah tidak bisa menjawabnya, berarti saya harus melakukan sesuatu. Keuntungan lain, saya mempelajari sejarah dunia hasil jalan-jalan, belajar bahasa asing dari jalan-jalan, tahu rasa makanan khas dari berbagai daerah dan negara, bahkan saya menjadi lebih open-minded dan sabar.

Jalan-jalan ala backpacker juga bukan semata-mata karena budget saya yang sangat terbatas. Kalau saya mau, saya bisa menginap di hotel berbintang kok. Tapi buat apa menginap di hotel mahal kalau hanya ditiduri beberapa jam saja, lebih baik uangnya dipakai untuk ongkos untuk pergi ke tempat lain. Dengan menginap di hostel (bedanya di huruf ‘s’ tapi harga hanya 10%-nya saja), saya bisa berteman dengan sesama pelancong lainnya bahkan merencanakan trip bersama. Saya juga bisa saja pergi membawa koper, tapi saya lebih suka membawa ransel demi kepraktisan karena selama perjalanan harus kejar-kejaran dengan bis dan kereta, bahkan naik kapal nelayan atau naik ojek. Dengan ransel juga membuat saya selalu harus travel light dan jadi ogah belanja, karena kalau semakin berat akan semakin capek menggendongnya – apalagi dengan faktor ‘u’ (usia) yang bikin tambah lamban.

Saya lebih senang menjadi independent traveler daripada ikut tour yang diadakan travel agent karena saya tidak suka diatur-atur. Saya suka geli sendiri melihat rombongan tour yang dipimpin tour leader yang membawa bendera: rombongan diturunin di suatu tempat, foto-foto, terus masuk lagi ke dalam bis. Padahal jika bergaul dengan penduduk lokal, saya sering menemukan tempat-tempat seru yang bukan tempat turis. Makan aneka tapas enak dan murah di gang kecil di Barcelona, nongkrong sambil minum bir dan mangga muda di trotoar jalan di Hanoi, bahkan ke nudist beach di Sydney – semua karena saya gaul dengan orang lokal.

Jalan-jalan bersama teman memang lebih menyenangkan, tapi saya juga tidak masalah untuk jalan-jalan sendiri karena saya pasti bertemu teman baru. Malah saya tidak menikmati jalan-jalan dengan begitu banyak orang karena capek harus bertoleransi karena satu sama lain maunya beda-beda: ada yang mau shopping, ada yang mau dugem, ada yang mau tidur lebih cepat. Makanya saya lebih senang sekali pergi maksimal dengan 3 orang lain. Kalau dengan teman-teman saya sendiri, kami tidak selalu pergi berbarengan. Silakan saja jalan sendiri-sendiri dan bertemu di suatu tempat pada jam yang telah ditentukan sebelumnya.

Akibat jalan-jalan, saya juga bisa mendapatkan penghasilan tambahan dari menulis di blog (naked-traveler.blogspot.com) atau majalah dan mendapat royalty dari buku. Email saya terbuka bagi siapa saja dan saya berusaha menjawab sebisa saya atau melempar lagi di milis. Email yang paling sering masuk adalah email yang menanyakan, ‘saya pengen banget jalan-jalan, tapi ngga punya uang, jadi gimana dong, mbak?’. Jawaban saya pendek saja, ‘mulailah menabung’. Sepertinya jawaban itu dianggap remeh sampai mereka tidak membalas email saya lagi. Seperti kata pepatah ‘ada kemauan ada jalan’, seharusnya kalau ada orang yang mempunyai keinginan yang kuat, dia akan berusaha untuk mencapainya bukan? Ya disisihkan dong penghasilan per bulan, dengan menabung lima puluh ribu per bulan saja dalam setahun sudah bisa pergi liburan ke Pulau Pramuka atau Taman Nasional Halimun.

Pertanyaan paling banyak kedua adalah minta tips karena ‘takut pergi sendiri’. Kalau karena alasan ini memang tidak bisa dipaksakan, namun bisa diakali. Caranya, carilah teman yang mau diajak jalan bareng. Memang agak susah cari teman yang mau sama-sama nekat, punya dana dan cuti pada waktu yang bersamaan, tapi kalau direncanakan jauh-jauh hari kan bisa. Kalau tidak bisa menemukan teman yang bisa digeret bareng, mulailah dengan bergabunglah dengan tour yang diselenggarakan oleh travel agent atau bergabung dengan klub jalan-jalan yang saat ini sudah mulai marak di Indonesia. Kalau sudah tau caranya dan merasa lebih pede, pergilah sendiri.

Yang terakhir, banyak orang berpikir bahwa jalan-jalan harus ke luar negeri. Percaya deh, negara kita ini sangat luas dan indah. Dengan lebih dari 17.000 pulau kalau sehari ke satu pulau di Indonesia saja, dalam setahun tidak bakal habis dijalani. Hehehe! Lagian, males dong kalau jauh-jauh ke Puerto Rico, salah satu obyek wisatanya adalah melihat pohon pisang!

Nah, rasanya tidak ada alasan lain untuk tidak jalan-jalan bukan? Berangkaaat...!

About karangan ku

0 comments:

Post a Comment

Powered by Blogger.