Home Sweet Home

Tinggal di Filipina selama hampir setahun serasa tinggal di propinsi lain di Indonesia. Bentuk orang-orangnya sama, udaranya sama, budayanya hampir sama. Menurut saya, perbedaan mendasarnya hanyalah masalah bahasa dan makanan. Saya tidak menyangka saya bisa survive dengan berbahasa Inggris selama setahun, hehehe! Soal bahasa Tagalog, saya hanya bisa sedikit-sedikit saja, itupun karena terpaksa. Abisan sehari minimal tiga kali saya dituduh orang Filipin dan dicerocosi bahasa Tagalog. Saat di Cina, Thailand, Vietnam atau Kamboja, saya sering juga disangka orang sana. Tapi ternyata di Filipina lebih parah. Malah saya sering dipelototi orang karena saya dianggap ‘anak Manila’ yang sombong yang tidak mau berbahasa Tagalog. Lah? Menjawab dengan “I don’t speak Tagalog” atau “I’m not Filipina” tidak pengaruh. Tapi kalau saya menjawab “I’m Indonesian”, tinggal menghitung 1,2,3 maka mereka akan berkata, “Ooo...Indonesiaaa! You look same-same.We have same ancestors.” Capeee deeeh!

Karena tinggal di Makati, business district di Manila, terpaksa saya makan di mall selama setahun! Tidak ada warteg, warung-warung di gang atau di pinggir got, juga tidak ada jualan makanan yang pakai gerobak. Setiap hari makan di restoran di dalam Greenbelt Mall 1 sampai 5, mall golongan kelas atas. Parahnya lagi, susah banget cari sayuran! Rupanya orang sana nggak suka makan sayur. Sayur standar restoran adalah ‘chop suey’ (capcay) atau kangkung yang dilumuri ‘bagoong’ (sejenis terasi) yang aneh rasanya. Kalau saya kangen makan dedaunan hijau, saya harus pesan salad, itupun paling daun selada. Harga sayuran di sana bahkan bisa lebih mahal daripada main course yang berupa steak. Tambah lagi, di asrama tidak diperbolehkan masak. Gila, saya benar-benar ‘sakau’ dengan dedaunan hijau! Soal minuman, saya paling kangen sama teh botol. Di sana semua es teh adalah lemon tea instan yang rasanya muaniss banget. Sedangkan semua teh dalam kemasan botol adalah teh berasa buah-buahan manis. Mau minum teh normal ya beli teh panas, itupun seperti air diwarnai coklat karena tidak beraroma teh.

Untunglah saya sudah lulus dan kembali ke Indonesia. Seminggu ini saya menghabiskan waktu dengan melakukan hal-hal yang tidak bisa saya lakukan selama setahun, yaitu menonton televisi, makan sayur berdaun hijau, makan tahu dan tempe, makan soto jeroan di pinggir got dengan asap dan debu, minum teh botol, krimbat di salon dan tentunya tidur sepuasnya. Pokoknya saat ini jangan ajak saya ke mall dan jangan suruh saya makan fastfood! Dengan tinggal di luar negeri, saya jadi lebih menghargai Indonesia. Saya merasa beruntung sekali tinggal di negara berkembang, ditinggal setahun sudah ada mall-mall baru, rumah-rumah baru, jalan-jalan baru, peraturan baru, media massa baru. Begitu dinamis dan tidak membosankan bukan? Coba bayangkan bila kamu tinggal di Eropa, ditinggalin 10 tahun juga tidak berubah.

I’m officially jobless now! Jangan tanya rencana traveling saya karena kegiatan utama saya sekarang adalah mencari kerja. Lucunya, ternyata Trinity lebih dibutuhkan daripada diri saya sendiri. Dalam seminggu saya sudah dapat orderan untuk menulis, tapi saya sendiri belum dapat kabar untuk wawancara dari perusahaan manapun. Kegiatan kedua, karena saya pengangguran dan gendut, jadilah saya supir rumah yang ditugaskan ibu saya untuk antar-jemput sana sini sembari (mencoba) untuk berolah raga. Untuk mengurangi makan, saya belum bisa berkomitmen sekarang karena masih banyak masakan khas Indonesia yang belum saya makan. Hehehe... good excuse!

Kabar baiknya, saya berjanji akan mulai posting lagi cerita-cerita perjalanan saya di blog ini. Terus terang susah juga memulai lagi setelah hampir setahun tidak produktif. Bahasa penulisan saya rasanya jadi agak formal karena kebiasaan menulis dalam bahasa Inggris ala anak sekolahan. Jadi, harap sabar dan ditunggu saja...

About karangan ku

0 comments:

Post a Comment

Powered by Blogger.