Awas ada hiu!

Saya baru saja menonton film dokumenter di televisi mengenai seorang dokter hewan cewek yang fobia terhadap hiu, bukan karena dia korban digigit hiu melainkan bermula karena nonton film Jaws sehingga harus diterapi secara serius oleh para ahli. Film berjudul Jaws karya Steven Spielberg ini memang benar-benar bikin orang jadi takut sama hiu. Gara-gara film itulah, beberapa teman saya anti berenang di laut, bahkan ada yang ogah naik boat kecil karena takut diserang. Dulu mendengar kata hiu pun saya rasanya merinding meski saya termasuk jago berenang. Saya pikir semua ikan hiu ya seperti hiu di film Jaws dengan dengan badannya yang super besar dan gigi-giginya yang tajam.

Setelah saya menjadi penyelam bersertifikat pada tahun 1992, saya diajak teman untuk melihat hiu di Shark Point di Pulau Gili Trawangan, Lombok. Dinamakan demikian karena di dive spot tersebut sering ditemui ikan hiu. Sebelum turun, saya jadi kalut juga, apalagi saya sedang haid. Konon katanya setitik darah dapat tercium oleh ikan hiu dari kejauhan. Meski saya yakin itu tidak akan terjadi karena, maaf, seorang yang sedang haid tidak akan mengeluarkan darah saat berenang, namun kepercayaan saya menjadi pudar ya gara-gara film Jaws. Singkat cerita, saya berhasil aman-aman saja bertemu seekor ikan hiu yang tidak begitu besar dan agak jauh.

Kedua, saya kembali deg-degan saat saya diving di dalam akuarium SeaWorld bersama para hiu. Dulu tidak ada atraksi ngasih makan hiu yang pakai kerangkeng. Sebelum turun, saya mengisi formulir ‘kontrak mati’ bahwa apapun yang terjadi adalah tanggung jawab saya dan saya tidak akan menuntut. Lalu saya melihat seorang staf yang yang memakai perban di jari tangannya dan seorang staf yang lain di telinganya. Katanya sih cuman kejeduk tangki diving. Saya diberi pilihan, mau masuk air sembari ngasih makan hiu atau sesudah dikasih makan. Saya pilih yang kedua karena nggak pede. Setelah semua alat terpasang pada tubuh saya, saya pikir saya akan masuk akuarium begitu saja seperti masuk ke kolam renang, nggak taunya akuarium raksasa itu semua atapnya tertutup dan saya disuruh masuk air lewat terowongan kecil persis selebar badan sehingga begitu keluar dari terowongan tersebut saya tidak tahu makhluk apa yang akan ‘menyambut’. Ternyata 1,5 jam di dalam akuarium saya aman-aman saja, hiu-hiunya juga cuek tuh. Udah kenyang kali. Begitu saya naik, bos SeaWorld menyalami saya dan dia bertanya, “Kamu ngga tanya kenapa jempol saya ngga ada?”. Saya pun baru sadar kalau jarinya cuman empat. “Kenapa?” tanya saya polos. “Ya dimakan hiu!”, jawabnya santai. Haah?

Setelah itu, saya tidak takut lagi bertemu hiu. Saya pun jadi tau bedanya hiu, ada yang disebut black tip, white tip, silver tip, reef shark, hammer head, dan lain-lain. Tapi selama ini saya hanya bertemu maksimal seekor-seekor doang sekali diving. Lalu saya bela-belain pergi ke Palau demi bertemu banyak hiu. Ada satu dive spot yang disebut Shark City karena hiu di tempat tersebut banyak banget sampai disebut ‘kota hiu’! Hiii, bergidik nggak sih dengernya? Sebentar-sebentar Dive Master kami memberi isyarat dengan menaruh lima jari tangan vertikal di atas kepala, berarti ‘ada hiu’. Rupanya kegiatan menonton hiu itu menyenangkan sekaligus deg-degan.

Saya belajar dari para penyelam berpengalaman, kata mereka, hiu itu pada dasarnya tidak (doyan) makan manusia asal kita nggak ganggu, makanya mereka ‘hanya’ mengigit. Kedua, hiu yang agresif hanyalah hiu yang berada di perairan dingin, kalau di perairan tropis hiunya nggak galak. Ketiga, lebih aman bertemu hiu saat menyelam di dalam laut karena mereka merasa tidak terganggu dengan gerakan-gerakan penyelam. Hiu lebih senang menyerang para surfer karena surfer bergerak cepat. Menurut statistik resmi, kecelakaan yang terjadi akibat hiu yang menyerang manusia terjadi 4 kali dalam setahun selama 5 tahun belakangan ini – lebih banyak kecelakaan yang terjadi karena kejedot papan surfing atau ketimpa kelapa di pantai! Sebagian penyerangan terjadi oleh hiu jenis white shark, tiger shark dan bull shark. Terakhir, hiu di film Jaws hanyalah rekaan semata. Memang hiu itu termasuk jenis Great White Shark (hiu putih raksasa), tapi nggak segede dan sehoror gitu. Kasiannya, predator hiu justru adalah manusia. Bayangin aja, berapa banyak hiu dibunuh untuk diambil siripnya padahal hiu itu penting untuk keseimbangan ekosistim laut. Saya pun berhenti memakan hiu atau menggunakan produk yang diambil dari hiu. Saya jadi merasa berkepri-hiu-an.

Mungkin karena saya termasuk adrenaline junkie, saya mulai ketagihan mencari jenis hiu yang bukan ‘pasaran’. Saya pergi ke Malapascua Island - sebuah pulau kecil di utara Cebu, Filipina – demi melihat Thresher Sharks yang mempunyai ekor yang sangat panjang macam golok. Saya pun bela-belain pergi ke Donsol - di ujung selatan pulau Luzon, Filipina - untuk berenang bersama Whale Sharks, ikan terbesar di dunia yang panjangnya bisa sampai 18 meter dengan berat 40 ton!
Bersambung...

About karangan ku

0 comments:

Post a Comment

Powered by Blogger.