Olah Raga (Jantung) Ekstrim

Baru-baru ini saya berhasil melakukan 2 olah raga ekstrim (extreme sport). Entah mengapa disebut ‘olah raga’ karena menurut saya yang berolah raga adalah jantung, karena bikin deg-degan sampai merasa mau copot. Maklum, saya ini seorang adrenaline junkie, selalu ingin merasakan hal yang dapat memacu adrenalin dengan kadar yang bertambah setiap kalinya.

Beberapa kali saya sudah pernah ikutan whitewater rafting. Seru sih, tapi bagi saya kurang deg-degan karena ada beberapa orang dalam satu kapal. Saya juga pernah kayaking, tapi semuanya di laut yang tenang, itupun satu kayak isi dua orang. Makanya saya tertarik ikutan whitewater kayaking sendirian di sungai deras dan berjeram di Cagayan Valley, Filipina. Perjalanan ke sana cukup menderita, 10 jam naik bis malam dari Manila ke Tuguegarao, lalu naik jeepney ke Penablanca. Voila, kami sudah berada di bahu sungai dengan pemandangan spektakuler: air sungai yang biru dikelilingi perbukitan hijau dan batu cadas. Setelah memakai helm dan life vest, kami di-training secara singkat oleh Anton Carag, pemilik operator. Dari cara dia serius berbicara, ilmiah, dan disangkutin dengan nyawa, bikin saya melempem, seperti: ‘kalau tertarik pusaran maka kamu akan minum air sekian liter dan oksigen ke otak akan jadi begini maka kamu akan merasa begitu sehingga kamu harus bla bla bla’. Abis itu ada praktek: naik kayak sendiri, terus kayaknya sengaja dibalikin, disuruh naik lagi dengan hitungan detik, begitu seterusnya sampe bener. Siaaap, jendraaal!

Lalu kami ber-10 naik 2 kapal kecil bermotor, melawan arus ke hulu sungai Pinacanauan. Butuh perjuangan berat juga melewati arus kencang, kadang kami harus turun dan mendorong kapal. Sampai di badan sungai yang lebar dan berair tenang, kami pun berlatih naik kayak. Duh, lebar pinggul saya sampe mentok di dudukan kayak yang sempit. Mengendarai kayak sih mudah bagi saya, tapi beberapa teman ada yang terbalik berkali-kali. Untung di paling depan dan paling belakang ada kapal kecil yang menggiring tim kami, kalau-kalau ada yang butuh ‘diselamatkan’. Saya tidak perlu banyak mendayung karena arusnya sudah deras, sehingga hanya mendayung untuk menstabilisasi dan mengarahkan kayak. Perjalanan dimulai dengan air tenang dengan pemandangan yang indah, terus ke jeram kecil yang berasa seperti melewati polisi tidur kecil tapi banyak, sampai ke jeram besar yang berasa seperti naik kuda liar karena dihempas ombak ke atas ke bawah, begitu seterusnya. Ah, mantab kali! Hebat juga saya, tidak pernah terbalik sama sekali.

Nah, kalau soal bungy jumping, cita-cita saya terjun dari the world’s highest bungy platform kesampaian juga! Terakhir tahun 2003 saya terjun di NZ dengan ketinggian 134 meter, nah di Macau ini tingginya 233 meter atau hampir dua kali lipatnya! Sebenarnya semalam sebelumnya saya dan geng sudah pergi ke Macau Tower. Bahkan di observation deck yang lantainya terbuat dari kaca, saya tidak berani berjalan di atasnya dan melihat ke bawah. Saya pun diledek, “Wis tue lo! Kaga usah macem-macem deh mau terjun segala!”. Besok paginya ketiga teman saya itu pulang duluan ke Jakarta, sementara pesawat saya ke Manila baru berangkat jam 10 malam. Karena nggak tau mau ke mana lagi plus tekad yang kuat untuk menumbangkan rekor, akhirnya saya pergi sendiri ke Macau Tower. Begitu melihat video dan foto-foto di lobby, rasanya tambah senewen. Saat saya mendaftarkan diri, saya malah disarankan untuk melihat dulu orang yang terjun dari luar gedung. Gila, saya tidak melihat apa-apa, sampai saya memperhatikan dengan seksama... ya ampun, orang yang terjun dari atas keciiil banget sampe hampir nggak keliatan! Ya ampun, ini beneran tinggiii! Mana tempat pendaratan ya beton aja gitu, cuma dikasih balon kotak setinggi 2 meter. Wah, gimana kalo nyungsep atau salah sasaran coba?

Dengan pasrah, saya pun naik lift - yang saking tinggi dan cepetnya sampe kuping jadi tiba-tiba budeg. Saya disuruh menandatangani ‘kontrak mati’, ganti baju, dan dipakein harness dan carabiner. Lalu ditimbang berat badan dimana angkanya gede-gede ditulis pake spidol hitam di punggung tangan (ups, naik 15 kg dari timbangan saya terakhir di NZ!). Saya pun berjalan dengan gaya memasukkan tangan ke saku jeans biar ga malu. Sambil duduk menunggu, kaki saya bergoyang kencang bagaikan kaki yang menjahit pake mesin jahit manual saking stresnya tapi tidak ada orang yang bisa saya ajak ngomong (kalo diitung, udah jadi selusin baju kali!). Dan tibalah giliran saya... saya keluar dari kaca gedung, menunggu di bibir dinding, dan melihat orang yang terjun di depan saya. Wah, mereka aja ngga keliatan dari atas! Kota Macau yang indah dan berhawa sejuk tidak mampu melawan rasa deg-degan saya saat kedua pergelangan kaki saya diikat dengan bantalan dan dikaitkan ke tali. Dengan berjalan tertatih-tatih saya menuju platform yang seperti papan loncat indah. Duh, lemesss benerrr ni dengkul! “Three...Two...One...GO!” Zziiing...rasanya isi perut saya sudah sampai ke tenggorokan dan jantung sampai ke jempol kaki - selama 8 detik terlama di hidup saya! Lalu... ziiiiingg...saya terpantul lagi ke atas, sekitar 1/3 tingginya, berkali-kali terpantul sampai saya sadar kepala hampir menyentuh balon tapi kaki masih di atas. Setelah ikatan kaki dibuka, saya berguling ke pinggir balon, dan ketika akan berjalan... rupanya kaki saya masih lemas sehingga saya berjalan merangkak. Saya pun memalak rokok dari turis Jepang di situ sambil menenangkan diri dan terduduk lemas...

Catatan: Mau tau tekad baru saya? Kalau mau whitewater kayaking lagi, saya mau di sungai dengan grade yang lebih tinggi. Kalau mau bungy jumping lagi, harus lebih tinggi dari 233 meter. Tapi kalau lebih rendah dari itu, saya mau lompat madep belakang ah. Hehehe, gaya!

About karangan ku

0 comments:

Post a Comment

Powered by Blogger.